Sebagai
manusia, hidup kita tidak akan pernah sunyi dari kesilapan dan
kesalahan yang kita lakukan terhadap Allah dan manusia lainnya. Tidak
ada manusia yang bersih dari dosa dan bebas dari kesalahan melainkan
Rasululllah s.a.w.
Orang
yang beruntung bukanlah orang yang tidak pernah melakukan kesilapan,
tetapi orang yang beruntung ialah orang yang apabila melakukan kesilapan
segera memohon keampunan kepada Allah.
Begitu
juga mereka yang melakukan kesalahan kepada manusia lainnya, perkara
terbaik yang kita harus lakukan saat kita sedar bahawa kita melakukan
kesalahan kepada orang lain adalah memohon kemaafan dengan segera, dan
sebaiknya bagi orang yang dipinta kemaafan itu, berilah kemaafan kerana
itulah sikap yang mulia dan terbaik. Lihat ayat ini 3: 133 - 136
Dan
bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang
luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang
bertakwa,
|
(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.
|
Dan
(juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau
menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun
terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa
selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya
itu, sedang mereka mengetahui.
|
Mereka
itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di
dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan
itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal.
|
Sejarah
para sahabat dan orang-orang yang soleh juga dipenuhi dengan pelbagai
warna yang menunjukkan bahawa mereka juga adalah manusia biasa yang
tidak pernah lepas dari melakukan kesalahan sesama mereka. Pada kisah
Abu Dzar yang ditegur oleh Rasulullah akibat penghinaannya terhadap
Bilal ada teladan yang baik yang harus kita contohi.
Dalam
sebuah hadis (Muslim) disebutkan bahawa Rasulullah pernah menegur Abu
Dzar kerana memanggil Bilal dengan gelaran “Ibnus-Sauda’ (anak dari
perempuan hitam)”. Maka tatkala Abu Dzar ditegur oleh Rasulullah dengan
ungkapan “Engkau masih melekat dalam dirimu sifat Jahiliyah” lantas Abu
Dzar terus mencari Bilal untuk memohon kemaafan.
Maka
ketika mereka berdua telah berjumpa dan Abu Dzar mengakui kesalahannya,
Saidina Bilal dengan lapang dada telah memaafkannya.
Walaupun
telah dimaafkan, Abu Dzar tetap tidak berpuas hati dan menyuruh Bilal
memijak mukanya yang diletakkan di atas tanah untuk mengeluarkan ego
yang bersarang di dalam hatinya.
Masyaallah!
Inilah sikap yang harus kita contohi, iaitu sikap pemaaf yang
ditunjukkan oleh Bilal dan sifat tawadhu’ (merendahkan ego) Abu Dzar
yang memohon maaf dengan penuh keikhlasan.
Ini
hanyalah secebis kisah dari lautan kisah teladan yang ditunjukkan oleh
generasi Al Quran yang unik. Jika ditelusuri Sirah Baginda dan kisah
kehidupan para Sahabat, maka kita akan temui di sana pelajaran-pelajaran
yang menakjubkan tentang sikap memberi maaf yang ditunjukkan oleh
Rasulullah S.A.W dan para sahabat baginda.
Jika
tidak cukup kisah ini sebagai pelajaran buat kita, maka lihat pula
kalam Allah dan nasihat dari Rasulullah kepada orang Mu’min yang
bersaudara.
“Sesungguhnya,
orang-orang yang beriman itu adalah bersaudara, maka damaikanlah di
antara dua saudara kamu (yang bertelingkah) itu, dan bertaqwalah kamu
kepada Allah s.w.t supaya kamu beroleh rahmat.” (Al Hujuraat: 10)
“Jangan
bersifat dendam, jangan dengki mendengki, jangan bermusuh-musuhan.
Hendaklah kamu jadi Hamba Allah s.w.t yang bersaudara. Dan tidak
dihalalkan bagi seorang Islam meninggalkan saudaranya (tidak menegurnya)
lebih dari 3 hari.” (HR Muslim)
Tidak
ada nasihat yang lebih baik untuk kita ambil sebagai pedoman selain
dari nasihat dari Al Quran dan hadis Rasulullah S.A.W. Rendahkanlah ego
kepada kalam Allah dan Hadis Rasulullah, jangan biarkan ego kita lebih
tinggi dari dua nasihat ini hingga kita terus bermasam muka, tidak
bertegur sapa, enggan memohon maaf dan memberi maaf.
Sedangkan
lidah lagi tergigit, inikan pula orang-orang yang beriman, namun
bukankah hubungan antara orang beriman itu adalah seperti air yang
dicincang? Tidak akan putus walaupun dihunus oleh pedang samurai yang
tajam.
Sumber : http://hisham79.blogspot.com
Tiada ulasan:
Catat Ulasan
KoMeN JaNgAn TaK KoMeN .... KoMeN YaNg JuJuR ItU LeBiH BaIk ......